TEROPONGNEWS.COM, AMBON – Kisruh di tubuh Partai Kesatuan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Maluku mulai memanas. Ini menyusul adanya Surat Keputusan (SK) pemecatan secara sepihak terhadap sejumlah pengurus Dewan Pimpinan Kota (DPK) PKPI Ambon, yang dilakukan oleh Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) PKPI Maluku dibawah kepemimpinan Lenda Noya Cs.
Kejadian ini bermula, ketika hasil pleno tanggal 15 September 2020 kemarin, dimana dalam pleno itu sudah mengambil beberapa keputusan, dan tercantum beberapa poin yang harus dikirim DPP PKPI Maluku.
“Selang beberapa hari tepatnya tanggal 21 September 2020, ada surat yang datang kepada saya, yang diantarkan oleh saudara Anthony Hendrik. Surat itu mengatasnamakan Ketua-Ketua Kecamatan se-Kota Ambon. Yang didalam surat itu tercantum 8 poin. Poin pertama itu meminta dukungan DPC untuk kepengurusan DPP PKPI Maluku yang baru, atas nama Lenda Noya sebagai ketua, dan Agus Lutfi Herman sebagai sekretaris,” kata Julius Paul, Pengurus DPK Ambon sesuai SK tertanggal 3 Juli 2018 saat menggelar konferensi pers, di Mutiara Hotel, Senin (19/10/2020).
Sementara dalam poin ketujuh yang menjelaskan mendukung Deni Boy Lekahena sebagai Ketua DPK PKPI Ambon. Setelah membaca surat tersebut, kata Paul, dirinya sangat tidak setuju, lantaran dirinya bukan lagi ketua DPC, lantaran sesuai SK tertanggal 3 Juli 2018, dirinya sudah masuk dalam kepengurusan DPK PKPI Ambon sebagai Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga.
Selain itu, poin-poin yang dicantumkan tersebut, tidak sesuai dengan hasil pleno pada tanggal 15 September 2020, sehingga dirinya menolak untuk menandatangani surat dimaksud.
“Selang 3 hari, ada telepon kepada saya, bahwa dalam surat itu ada tanda tangan atas nama saya. Sehingga, saya merasa sangat dirugikan. Dan pada tanggal 5 Oktober 2020 kemarin, saya menempuh jalur hukum melalui pelaporan polisi ke Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease,” beber dia.
Kemudian pada tanggal 10 Oktober 2020, dirinya kembali melihat adanya SK baru tertanggal 4 Oktober 2020, yang didalamnya tidak mencantumkan nama dirinya sebagai senior partai.
Paul merasa, SK tersebut adalah prematur, karena belum ada surat pembatalan SK tertanggal 3 Juli 2018, sehingga menjadi alasan dirinya untuk menolak SK tersebut.
“Saya pastikan akan mengusut hingga tuntas pelaku maupun aktor intelektual dibalik pemalsuan tanda tangan surat, karena saya merasa dirugikan. Saya membuat pelaporan polisi, karena saya memiliki bukti-bukti via telepon. Saya sangat kecewa, karena SK yang dikeluarkan DPP PKPI Maluku sangat melenceng jauh dari hasil pleno DPK PKPI Ambon, karena dalam SK itu, ada pergantian pengurus DPK secara utuh, padahal hasil Pelni tidak menyatakan itu,” tegas Paul.
Saat disinggung mengenai siapa saja pihak yang dipolisikan, Paul mengaku, ada sejumlah pihak yang dilaporkan, yakni sang pembawa surat dan aktor dibalik semua kisruh yang terjadi di tubuh PKPI ini.
“Pelaporan polisi ini, saya tujukan kepada pihak yang membawa surat, dan aktor yang berada di balik sang pembawa surat,” tandas Paul.