TEROPONGNEWS.COM, RAJA AMPAT- Pemilihan kepala daerah (Pilkada) kabupaten Raja Ampat tahun 2020 diikuti pasangan calon bupati dan wakil bupati, Abdul Faris Umlati dan Orideko Iriano Burdam sebagai pasangan tunggal.
Walaupun hanya satu pasangan tunggal, masih saja ada masyarakat yang berseberangan dengan pasangan kandidat cabup dan cawabup Faris-ORI, dan berusaha untuk menghalang-halanginya maju di Pilkada Raja Ampat, 09 Desember 2020 mendatang.
Terkait hal itu, Sekretaris tim pemenangan rumah koalisi partai politik Faris-ORI, Soleman Dimara, menyoroti pergerakan tim yang mengatasnamakan Kotak Kosong (Kokos) yang dinilai ilegal dan melanggar Peraturan KPU saat melakukan sosialisasi di wilayah distrik Kepulauan Sembilan kampung Wejim.
“Kalau kita lihat dari video yang kami dapat, situasi yang terjadi di kampung Wejim, bukan sebuah sosialisasi melainkan sudah menjurus ke kampanye Kotak Kosong yang jelas-jelas tidak diatur dalam undang-undang,” jelas Soleman Dimara, Minggu (25/10/2020).
Selain itu kata Soldim sapaan akrab Soleman Dimara, pergerakan tim yang mengatasnamakan Kotak Kosong di kampung Wejim dan kampung-kampung lain tidak berdasarkan aturan serta izin yang jelas dari KPU dan Bawaslu Raja Ampat sebagai penyelenggara dan pihak Kepolisian sebagai penegak hukum.
“Berdasarkan undang-undang Kolom Kosong itu ada, hanya saja Kolom Kosong tidak bisa dikampanyekan di kampung-kampung. Kolom Kosong hanya bisa disosialisasikan oleh KPU, bahkan melalui forum-forum yang secara resmi terdaftar di Kesbangpol, kemudian mendaftarkan diri di KPU dan juga Bawaslu sebagai penyelenggara,” tegas Sekretaris DPD II Golkar Raja Ampat itu.
Menurutnya, secara legalitas tim pemenangan pasangan Faris-ORI telah mendaftar dan melakukan pemberitahuan di KPU dan Bawaslu serta Polres Raja Ampat dan telah mengantongi Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) untuk lakukan pelantikan tim pemenangan di kampung-kampung.Kata Soleman, pergerakan tim Kokos di kampung-kampung di wilayah Selatan Raja Ampat itu, dinilai merusak demokrasi.
“Jalan kampanye dimana-mana, tidak ada pemberitahuan ke KPU atau Bawaslu dan pihak Kepolisian sebagai pihak keamanan,” tandas Soldim.
“Seperti di Kepulauan Sembilan, kegiatan itu kan terbuka, bukan sosialisasi, itukan mereka berkampanye. Yang menjadi pertanyaan kita, kira-kira mereka pakai undang-undang yang mana dan PKPU yang mana. Apa lagi yang datang itu juga adalah pimpinan DPRD Raja Ampat yang seharusnya memberikan pendidikan politik yang sehat dan benar kepada masyarakat,” lanjutnya