Masyarakat Adat Nendali Ancam Boikot Peresmian Stadion Papua Bangkit

Masyarakat adat Kampung Nendali melakukan pemalangan pintu gerbang utama Stadion Papua Bangkit, di Kampung Harapan Distrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura, Rabu (21/10/2020). Foto-Nees/TN

TEROPONGNEWS.COM, SENTANI – Masyarakat adat Kampung Nendali mengancam, akan memboikot peresmian Stadion Utama Papua Bangkit, karena belum ada ganti rugi pembayaran hak ulayat seluas 42 hektar.

Pernyataan itu di sampaikan Perwakilan atau juru bicara Ondofolo Suku Nendali, Melianus Wally kepada wartawan, di Rabu (21/10/2020), di sela-sela pemalangan pintu gerbang utama Stadion Papua Bangkit, di Kampung Harapan Distrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura.

Mereka menagih janji Gubernur Papua, Lukas Enembe saat berkunjung ke Obhe atau Parapara adat keondoafian Kampung Nendali, dimana kata Melianus Walli, Gubernur sendiri yang memutuskan untuk melakukan pembayaran ganti rugi tanah seluas 42 Hektar yang di gunakan oleh Pemerintah guna pembangunan Stadion Papua Bangkit dan beberapa Venue PON lain di wilayah tersebut.

“Apa yang diminta oleh masyarakat adat tidak dapat diselesaikan oleh pemerintah daerah, padahal ini hak ulayat yang sudah resmi, karena ada surat-surat pengakuannya. Kami kecewa dengan gubernur, karena seakan-akan menutup mata dan hati,” tegas Melianus Walli.

Sikap tegas akan ditunjukan oleh masyarakat adat Nendali. Melianus Walli dengan menolak segala bentuk kegiatan diatas tanah masyarakat adat Kampung Nendali seluas 42 hektar, yang digunakan untuk kepentingan Pekan Olahraga Nasional 2021 mendatang.

“Sikap tegas kami tunjukan hari ini. Kami tunjukan di atas tanah kami. kegiatan apapun kami akan menolak diatas tanah ini,” tegasnya.

“Suratnya kami sudah ada, nilainya kami belum tahu. Nanti dihitung berapa permeter. Tanah ini kan kelas satu,” tambahnya.

Menurut dia, sudah pernah ada negosiasi oleh masyarakat adat Nendali dengan Pemprov Papua, tetapi pemerintah tidak pernah menemui mereka.

Bahkan, Gubernur Papua Lukas Enembe pernah hadir bersama masyarakat adat di Obhe dengan memberikan uang sebesar Rp 50 juta, dan berjanji untuk secepatnya menyelesaikan Hak ulayat masyarakat tersebut.

Sementara Abraham Walli, ahli waris hak ulayat 42 hektar lokasi Stadion Papua Bangkit kemudian menegaskan, tidak ada sejengkal tanah di Papua yang tidak bertuan, sesuai keputusan Mahkamah Agung, Pemerintah Provinsi Papua telah dinyatakan kalah dalam gugatan 42 hektar tanah stadion, dan wajib membayar sejengkal tanah masyarakat adat sesuai kepemilikan masing-masing.

“Sejak tahun 1999 hingga 2020 Pemerintah Provinsi Papua tidak pernah membayar satu rupiah pun kepada masyarakat suku Walli, sebagai pemilik tanah adat yang sah di tempat stadion berdiri,” bebernya.

Jika pemerintah Provinsi Papua ingin menunjukan bukti atau klarifikasi, Abraham Wally menegaskan, mereka akan memberikan ruang, sehingga pemerintah dapat menjelaskan kepada siapa mereka membayar, dan dapat dibuktikan dengan dokumen-dokumen yang lengkap kepada masyarakat adat suku Walli dari Kampung Nendali.

Selain itu pihak masyarakat adat, Odofollo, Khoselo, kepala suku tidak pernah memberikan hak atau kuasa kepada siapa, untuk menjual kecuali mengurus pelepasan untuk memenangkan perkara di pengadilan Mahkamah Agung.

“Kalau ada yang melakukan penjualan tanah itu merupakan penipuan terhadap pemerintah, bisa saja pemerintah melakukan manipulasi menipu masyarakat adat, sehingga kami menjadi korban diatas hak ulayat kami,” pungkasnya.

Masyarakat adat suku Walli dengan tegas memberikan ultimatum kepada pemerintah, jika ingin PON 2021 dilaksanakan, segera datang duduk dengan masyarakat adat, untuk memberikan solusi penyelesaian hak ulayat masyarakat adat.