Ketua IJTI Papua Barat: Jangan Beri Panggung Organisasi Wartawan Illegal

Imam Mucholik (kiri), Pemimpin Redaksi Teropongnews.com dan Andre Chanry Suripatty, Ketua Pengda IJTI Papua Barat. (Foto:Ist/TN)

TEROPONGNEWS.COM, SORONG – Ketua Pengurus Daerah Ikatan Jurnalis Televisi Indoesia (Pengda IJTI) Papua Barat, Chanry Andrew Suripatty meminta kepada kepala daerah se-Papua Barat dan pejabat daerah lainnya, agar tidak memberikan panggung terhadap organisasi yang mencatut profesi wartawan dan tidak terdaftar di Dewan Pers.

Alasannya, dengan memberikan kesempatan dan ruang kepada mereka, maka akan semakin menyuburkan keberadaan penumpang gelap kebebasan pers Indonesia. Penegasan ini disampaikan Chanry, menyikapi maraknya bermunculan sekelompok orang yang mendirikan organisasi dengan mencatut profesi wartawan.

Menurutnya, posisi strategis profesi jurnalis, banyak dimanfaatkan sekelompok orang dengan membentuk organisasi yang mencatut profesi wartawan, demi kepentingan tertentu. Selain tidak memiliki kompetensi jurnalistik, organisasi itu tidak terdaftar di Dewan Pers sebagai lembaga Negara yang menaungi profesi wartawan dan perusahaan media.

 “Ini yang patut di waspadai dan dipahami para pemangku kepentingan, baik kepala daerah, pejabat daerah lainnya maupun lembaga pemerintah dan perusahaan swasta. Harus jeli melihat ketika ada sekelompok orang yang datang dengan mengatasnamakan organisasi wartawan. Harus di cek betul, apakah mereka itu organisasi resmi atau ilegal,” kata Chanry.

Ditegaskan Chanry, mendirikan organisasi wartawan tidak seperti membentuk organisasi masyarakat pada umumnya. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, dan hanya di isi oleh orang-orang yang memiliki kompetensi pada profesi jurnalistik.

“Menurut undang-undang, sudah terdaftar di Kemenkumham sih iya… tapi sudah di akui oleh Dewan Pers atau belum? Sudah terverifikasi di Dewan Pers atau belum? Mendirikan organisasi wartawan itu tidak cukup hanya bermodal Badan Hukum,” urainya.

Organisasi profesi apalagi organisasi pers, ditegaskan Chanry, berbeda dengan organisasi masyarakat lainnya di Indonesia. Organisasi pers tak hanya terdaftar di Kemenkumham, tetapi harus melalui verifikasi dewan pers.

Hingga kini, Dewan Pers hanya mengakui 10 organisasi pers di Indonesia, yaitu Serikat Perusahaan Pers (SPS), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).

Baca juga:https://teropongnews.com/berita/dewan-pers-hanya-akui-10-organisasi-wartawan-ini-selebihnya-dipastikan-ilegal/

“Sebagai konstituen dewan pers, kami Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Pengurus Daerah Papua Barat, meminta kepada seluruh kepala daerah di Papua Barat untuk tidak memberikan panggung kepada organisasi-organisasi yang mengklaim diri sebagai organisasi pers dan belum diakui oleh Dewan Pers. Karena mereka itu illegal,” tandasnya.

Sementara Pemimpin Redaksi Teropong News.com, Imam Mucholik menambahkan, diantara etika dari sebuah organisasi profesi itu, anggotanya adalah orang-orang yang memiliki kompetensi pada profesi tersebut.

Misalnya organisasi profesi dokter, perawat atau advokat, yang bisa masuk ke dalam organisasi itu adalah mereka yang berkompeten di bidang-bidang tersebut. Begitu juga dengan organisasi profesi wartawan, hanya boleh di huni oleh professional yang memiiki kompetensi dalam bidang jurnalistik.

“Kalau ada yang mengaku sebagai anggota organisasi wartawan professional, tapi tidak tahu bagaimana menulis berita, kan lucu. Orang-orang seperti ini, atas dasar apa mengklaim sebagai professional wartawan?” tandas Imam.

Menurutnya, wartawan professional atau jurnalis atau pewarta, adalah seseorang yang memikili kemampuan dan kompetensi dalam melakukan kegiatan jurnalistik, yang secara teratur menuliskan berita dan tulisannya dikirimkan/dimuat di media massa secara teratur.

Imam menduga, sekelompok orang yang tidak memiliki kompetensi jurnalistik dan dengan sengaja mendirikan organisasi dengan mencatut profesi wartawan, ada niat terselubung untuk memuluskan kepentingan-kepentingan pribadi. “Agar tidak mudah tertipu, publik harus paham dan bisa memilah, mana organisasi wartawan yang resmi, dan mana organisasi wartawan yang illegal,” pungkas Imam. **