Scroll untuk baca artikel
Example 525x600
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita

Masalah Hak Ulayat Pada Aset Pemda Merauke, DPRD Gelar Raker Terbuka

×

Masalah Hak Ulayat Pada Aset Pemda Merauke, DPRD Gelar Raker Terbuka

Sebarkan artikel ini
DPRD Kabupaten Merauke melakukan rapat kerja terbuka dengan Pemerintah Daerah dan perwakilan masyarakat adat Imbuti, Kamis (16/7), di Ruang Sidang DPRD Merauke. Foto-Getty/TN
Example 468x60

TEROPONGNEWS.COM. MERAUKE – DPRD Kabupaten Merauke melakukan rapat kerja terbuka dengan Pemerintah Daerah dan perwakilan masyarakat adat Imbuti, Kamis (16/7), di Ruang Sidang DPRD Merauke.

Pertemuan tersebut membahas masalah pelepasan tanah penyelesaian hak ulayat, pada beberapa asset milik Pemda setempat yang sudah ada sertifikat, namun belum jelas pelepasannya. Dengan harapan, usai rapat akan ada mekanisme yang jelas segingga masalah ulayat di Merauke dapat terselesaikan dengan dasar hukum yang pasti.

Example 300x600

“Ada beberapa asset pemerintah yang sudah bersertifikat namun bagaimana dengan pelepasannya. Kita perlu mediasi, sinkronisasi dan harmonisasi sehingga penyelesaian masalah hak ulayat ini dapat terlaksana,” ujar Ketua DPRD Kabupaten Merauke, Ir. Benny Latumahina dalam membuka pertemuan dimaksud.

Ia menyebut, ada sembilan hak ulayat yang masih belum kelar dibahas, yaitu hak ulayat atas tanah Gedung DPRD, LPP RRI, Rawa Biru, Gor Hiad Sai, PDAM, Kantor Dinas Kesehatan, Kantor Pertanahan, Kanntor Imigrasi dan Kantor Pertanian Merauke. Benny berharap, persoalan di sembilan asset daerah di atas dapat terselesaikan secara bertahap dan terprogram.

“Kita membuat satu formula, dan rekomendasi penting harus kita lakukan,” ucapnya.

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Merauke, Hj Al-Maratu Solikah menekankan, ke depan yang wajib dilakukan sebelum dibangun aset daerah harus diteliti dan melakukan selektif atas tanah yang akan dibeli. Sehingga tidak menimbulkan masalah karena jual di atas jual.

Sementara Wakil Ketua DPRD Kabupaten Merauke lainnya, Dominikus Ulukyanan mengatakan, masalah yang dikeluhkan ke dewan yang paling menyolok adalah masalah tanah dan pendidikan.

“Kami ingin pencerahan dari pemerintah terkait masalah tanah selama ini. Kenapa masalah ini dari waktu ke waktu tidak bisa selesai,” ujarnya.

Menurutnya, harus ada regulasi untuk menentukan standar patokan nilai tanah dalam kota. Sehingga tidak ada lagi mematok harga sesuka hati, harus ada dasar nominal yang bisa dipertanggungjawabkan.

Penjabat Sekda Kabupaten Merauke, Ruslan Ramli menyampaikan, dalam Pasal 43 UU nomor 21 Pemprov wajib menghormati dan melindungi hak adat atau hak perseorangan. Dalam tataran pelaksanaan, Pemerintah harus hati-hati, sehingga harus meminta Legal Opinion dari Kejakasaan Negeri.

“Sehingga kita tidak terlibat masalah hukum di kemudian hari. Perlu ada standarisasi dari tanah, supaya ada kepastian dari aspek penganggaran maupun pelaksanaan. Kita akan mengecek seluruh yang sudah ada sertifikat itu sudah dilepas atau belum,” tutur Ruslan.

Kabag Hukum Setda Merauke, Victor Kaisepo mengatakan dalam membuat suatu peraturan perlu dilakukan penelitian di semua kampung, suku adat di Merauke, pemetaan hak ulayat, marga, golongan dan lain-lain.

Jika dilihat dari sisi pengawasan, seyogyanya jangan sampai terjadi pembayaran berulang pada objek yang sama, karena nanti akan ada temuan oleh tim audit. Pembayaran tanah harus sesuai asas keadilan, memiliki pelepasan dan sertifikat.

“Prinsipnya kita sudah siapkan anggaran, pada tataran pembayaran kita butuh legal opinion, sehingga tidak terseret hukum,” lanjut Ruslan.

Kesimpulan rapat menyepakati tiga hal, yakni perlu membentuk tim kerja melibatkan aspek hukum, membuat kebijakan dalam bentuk Perda dan Perda Pemberian Tali Asih.

Hadir pula Kepala BKAD, Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Pertanahan, Marthen Gana, perwakilan Inspektorat, dan masyarakat adat yang ikut menyuarakan hak-hak atas tanah ulayat mereka.

Example 300250
Example 120x600