Dana Bagi Hasil Migas Harus Dibuatkan Rekening Khusus

TEROPONGNEWS.COM, AIMAS – Pemerintah Kabupaten Sorong harus membuka rekening khusus untuk menampung pembagian Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (DBH Migas) yang ditransfer dari Pemerintah Provinsi Papua Barat.

Hal ini mengantisipasi agar dana tersebut tidak dipergunakan untuk kepentingan lain di luar alokasi yang sudah diamanatkan dalam Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 03 tahun 2019, tentang Pembagian Penerimaan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (DBH Migas) antara Pemerintah Provinsi dengan Kabupaten/Kota.

Demikian disampaikan Zeth Kadakolo, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Papua Barat, saat menggelar sosialisasi pentingnya segera menerbitkan Peraturan Daerah sebagai turunan dari Perdasus 3/2019, kepada anggota DPRD Kabupaten Sorong, Senin (20/7/2020).

“Begitu transfer dari pemerintah provinsi ke kabupaten penghasil, tidak boleh masuk ke kas daerah. Pemerintah daerah harus membuka rekening khusus untuk menampung DBH Migas. Makanya saya juga sudah ingatkan kepada Wakil Bupati dan Kepala Bidang Anggaran, tolong segera buka rekening ini,” kata Zeth Kadakolo.

Menurutnya, saat ini masyarakat Kabupaten Sorong sudah kecolongan. Transfer DBH Migas untuk triwulan pertama 2020, sudah masuk ke rekening kas daerah dan penggunaannya tidak sesuai yang diamanatkan dalam Perdasus 3/2019.
Untuk itu, Zeth berharap kepada anggota legislatif Kabupaten Sorong yang memegang fungsi anggaran, pengawasan dan legislasi, ikut memantau penggunaan DBH Migas dalam APBD Perubahan 2020.

Kata Zeth, persentase alokasi DBH Migas di Kabupaten Sorong, tidak boleh melenceng dari ketentuan dalam Perdasus.

Seperti yang diatur dalam Perdasus 03/2019, dalam pembagian dengan pemerintah pusat, Provinsi Papua Barat akan mendapat jatah sebesar 55 persen untuk DBH Minyak dan 40 persen untuk DBH Gas.

Dari bagian provinsi itu, setelah dijadikan 100 persen, oleh provinsi kemudian dibagikan ke kota/kabupaten dengan skema 30 persen untuk provinsi, untuk kabupaten/kota penghasil migas 40 persen dan non penghasil 30 persen.

Dalam Perdasus 03/2019 itu diatur, dari 30 persen bagian provinsi, setelah dijadikan 100 persen, sebesar 35 persen dialokasikan untuk pendidikan, meliputi pendidikan menengah 15 persen dan pendidikan tinggi 20 persen.
Kemudian program pemberdayaan masyarakat adat sebesar 25 persen dan sisanya untuk membiayai kelembagaan yang diamanatkan oleh otonomi khusus.

Sementara dari keseluruhan DBH jatah kabupaten/kota penghasil, setelah dijadikan 100 persen, alokasinya 30 persen untuk pendidikan, mulai PAUD, TK, SD dan SMP, alokasi untuk kesehatan dan perbaikan gizi 20 persen, pemberdayaan masyarakat adat 33 persen, beasiswa perguruan tinggi Orang Asli Papua 5 persen, Bantuan Langsung Tunai (BLT) masyarakat adat pemililk hak ulayat sebesar 10 persen dan alokasi untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebesar 2 persen.

Setelah satu tahun diterbitkan dan sosialisasikan, seharusnya Perdasus itu sudah bisa dijalankan. Tapi karena Bagian Hukum tidak segera merespons dengan membuat rancangan perda sebagai turunan dari Perdasus, mengakibatkan amanat Perdasus itu terhenti.

Zeth Kadakolo, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Papua Barat saat melakukan sosialisasi Perdasus 03/2019 di ruang rapat DPRD Kabupaten Sorong.

“Ini ada keterlambatan. Kami sudah sampaikan pada minggu pertama Maret 2020 ke pemerintah daerah, Bagian Hukum Setda Kabupaten Sorong seharusnya langsung koordinasi dengan bupati dan wakil bupati setelah dia menerima perdasus itu. Karena dalam Perdasus ini mengamanatkan bahwa DBH Migas harus diikuti dengan perda,” urai Zeth.

Sementara terhadap masyarakat yang akan menikmati DBH, diharapkan segera membentuk lembaga berupa yayasan atau koperasi, yang berfungsi sebagai lembaga pelaksana program pemberdayaan masyarakat dengan sumber dana DBH Migas.

Dengan proses yang simultan ini, bertujuan agar ketika perda turunan Perdasus telah di undangkan, lembaga pelaksana juga sudah siap melaksanakan.

“Karena Perdasus mengamanatkan terbentuknya kelembagaan. Masyarakat yang punya hak ulayat harus membuat kuasa kepada suatu lembaga yang dipercayakan mengelola dana ini, karena alokasi DBH untuk pemberdayaan masyarakat adat. Jadi mereka harus usulkan program ke lembaga yang dipercayakan, kemudian lembaga meneruskan ke pemerintah daerah,” tandas Zeth Kadakolo, yang juga Ketua DPD Partai Nasdem Kabupaten Sorong ini.