Akhirya, SW Terpidana Korupsi PLTD Raja Ampat Ditangkap

Foto Ilustrasi.

Sorong, TN- Terpidana kasus PLTD kabupaten Raja Ampat, SW, akhirnya ditangkap tim Intel Kejaksaan Agung bersama tim Intelijen Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan di rumah kontrakannya di kawasan Tirta, Kelurahan Klender, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur pada Jumat (5/6) sekira pukul 09.30 WIB.

Hal itu dibenarkan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspen) Kejaksaan Agung Hari Setiyono.

Seperti dilansir dari propublik.id,
saat ini, SW belum bisa dieksekusi masuk ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) lantaran yang bersangkutan saat ini sakiat dan tengah menjalani perawatan inap atau opname di duga di rumah sakit MMC Jakarta.

“Nah, tidak mau ambil resiko, (SW) kita periksa dulu ke Rumah Sakit. LP kan juga tidak mau menerima (kalau terpidana sakit). Kondisi sekarang kan seperti ini,” katanya.

SW sendiri sebelumnya masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan merupakan terpidana kasus dugaan korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Pemerintah Kabupaten Raja Ampat senilai Rp 20.205.512.000. Adapun potensi kerugian negara dalam proyek ini sebesar Rp 3.279.466.358.

Menurut Hari, SW selama dalam perawatan akan mendapat pengawasan ketat, serta pihaknya akan tetap berkordinasi dengan pihak rumah sakit untuk mencegah jangan sampai yang bersangkutan kabur melarikan diri. Setelah yang bersangkutan dinyatakan sehat, barulah pihaknya melakukan eksekusi.

Adapun dalam kasus korupsi listrik di Raja Ampat yang menjerat SW ini, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada dalam amar putusannya No.32/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST, pada tanggal 17 Februari 2014 menyatakan terdakwa SW terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan subsidair pasal 3 jo. Pasal 8 UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP. Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dan pidana denda sebesar Rp 50.000.000,- kepada SW. Putusan ini diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 26/PID/TPK/2014/PT.DKI, tanggal 17 Juli 2014.

Namun di Mahkamah Agung (MA), SW mendapat vonis hukuman yang lebih berat. Dalam Rapat Permusyawaratan MA pada Kamis, 27 Oktober 2016 yang diketuai Artidjo Alkostar, dengan Hakim Anggota Prof. Dr. H. Abdul Latif, S.H., M.Hum., dan M.S. Lumme, S.H., menyatakan terdakwa SW telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

MA menjatuhkan pidana penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp200 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

MA juga menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 2.447.500.000 dikompensasi dengan uang yang telah disita dari terdakwa sebesar Rp1 milyar dan uang yang dititipkan oleh terdakwa sesuai dengan Berita Acara Penitipan Barang Bukti tanggal 23 April 2013 sejumlah Rp 1 milyar sehingga sisanya sebanyak Rp 1.447.500.000,- merupakan uang pengganti yang harus dibayar oleh terdakwa, dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan sesuai putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Sementara itu, Koordinator KPK Watch Yusuf Sahide meminta agar Kejaksaan Agung menutup rapat pintu kompromi bagi para terpidana korupsi untuk lolos dari hukum. Menurutnya, memang situasi saat ini dilanda kecemasan akan Covid-19, namun dia mewanti-wanti jangan sampai situasi ini jadi celah bagi para terpidana korupsi menghindari proses hukum. Apalagi dalam kasus dugaan pengadaan listrik di Raja AMpat yang menjerat SW sudah berkekuatan hukum tetap.

“Itukan sudah inkracht, ya harus dieksekusi. Kan sudah tugasnya dia. Jangan diberi ruang untuk kompromi itu,” tegas Yusuf.

Dia pun meminta agar proses eksekusi SW ini dirilis ke publik. Pasalnya selama ini penangkapan buronan oleh  Kejaksaan kerap dirilisi, nah agar tak jadi preseden buruk seyogyanya kembali dirilis, sehingga publik tak menilai intitusi itu jadi sorotan karena banyak komprominya.

“Di era Jaksa Agung Burhanuddin ini kita punya harapan besar untuk Kejaksaan melakukan gebrakan-gebrakan besar diluar kebiasaan. Tidak boleh penegakan hukum itu dihambat oleh apapun,” tegas Yusuf.